Senin, 31 Agustus 2009

Kisah Roti Bakar Pisang Keju, STMJ, Sang Penyair dan Violist

Malam ini selepas pukul 20.00 WIB. Keinginan mencari kudapan pengisi perut dimalam hari tak bisa ku bendung lagi. Kuraih Jaket ku yang selalu tergantung, mungkin untuk sebagian orang Bandung sudah tak sejuk lagi, Bandung sudah begitu panas sesak oleh padatnya penduduk dan gedung yang tinggi. Tapi buatku sedikitpun tak sanggup menembus malam hawa Bandung tanpa baju hangat menempel ditubuhku.


Kulangkahkan kakiku dari tempat kos menuju sebuah café Roti bakar kaki lima sebuah simpangan Jalan di Bandung. Penuh sesak pengunjung rata-rata anak muda yang mungkin sebagian besar Mahasiswa. Kupikir mereka bertujuan sama denganku.


Ketika aku duduk menunggu pesananku datang satu porsi Roti Susu Pisang Keju dan STMJ. Tiba-tiba mengalun sebuah nada pentatonis dari tiupan suling recorder merek YAMAHA. Kutolehkan wajahku mencari datangnya suara. Seorang lelaki berperawakan sedang, rambut gondrong dan bertopi sama sekali tak dapat kulihat raut mukanya.



Sejenak alunan nada berhenti dan mengalirlah Monolog yang tak kusimak jelas susunan kalimatnya. Kuperhatikan gerak tubuh sang penyair. Condong kedepan mengajak pendengar untuk larut kedalam syair nya. Tubuhnya bergerak menuju meja ke meja pengunjung sambil tak melepaskan seruling dari genggamannya yang sesekali dia tiup untuk mengalunkan nada-nada pentatonis. Meledak-ledak dan begitu bersemangat sang penyair dengan monolog nya. Sebagian pengunjung bergerak mengikuti kalimat demi kalimat sang penyair tak ubahnya seorang murid mendengar wejangan pa guru.

Pesananku datang………!!!!!


Kuterima 2 buah kantong plastik isi satu porsi Roti Susu Pisang Keju dan STMJ. Tatapan mataku tak lepas mengamati gerakan sang penyair dengan monolognya.


Aku harus beranjak dari Café tersebut. Entah apa yang berikutnya terjadi dengan sang Penyair adakah sang penyair meminta belas kasih pengunjung memasukkan uang logam atau lembaran Kapitan Patimura atau bahkan lembaran Tuanku Imam Bonjol kedalam pundinya atau sang Penyair Monolog hanya sekedar berkunjung untuk menunjukkan kemampuannya?? ENTAHLAH…. ???



Aku melangkahkan kaki menuju halaman café untuk menunggu angkutan umum menuju kembali ke tempat kos ku.



Namun mataku tertuju pada 2 sosok mungil pemegang biola dan Tifa (kurasa). Sang bocah ‘Violist’ sesosok tubuh gempal bersih kelas 5 SD yang memilki kemampuan memainkan biolanya sehingga harus kuacungi jempol. Mungkin juga karena aku tak sanggup memainkan satupun alat musik atau karena pendengaranku yang selalu mengagumi alunan suara alat music gesek ini sehingga apresiasiku terhadapnya selalu nampak lebih.



Bocah mungil ini akan beredar selepas sekolah dan bermain-main (aku pernah melihatnya bermain sepeda dilapangan bola) di sore hari hingga malam. Miris hati melihat kemampuannya yang kontradiktif dengan nasibnya mengapa dia harus berjalan menyusuri ruas jalan di sudut-sudut Bandung untuk mengais rejeki. Atau duduk di simpang Lampu merah ditemani sang pendamping kecil pemukul Tifa. Kucari sosok dewasa yang biasanya mendampingi mereka yaitu bunda ‘sang manajer’ yang akan memerintahkan mereka ‘konser’.
Entah jam berapa dua bocah ini akan memainkan biola dan Tifa nya, Entah jam berapa mereka pulang ke rumahnya hingga sebelum shubuh nanti mereka harus dibangunkan Sahur?? Shaumkah mereka ?? adakah makanan untuk mereka makan ???
ENTAHLAH ??



Aku pulang menuju tempat kos….



Berkecamuk dalam hati ini dengan berbagai sensasi rasa senang karena mala mini perutku tak akan konser karena kurang asupan, karena senang kudapan yang kuinginkan sudah aku dapatkan, atau karena pertanyaan-pertanyaan yang berujung dengan ENTAHLAH ??? sehingga harus kutuliskan walau entah adkah yang mau membaca kisah ini walau sekedar judulnya.


Kuseruput STMJ ku…, Kukunyah Roti bakar ku….


Aku bergerak pasti kearah teman pelipur lara dikala sendiri di kamar kos, teman perjuanganku menuntut ilmu. Kutuliskan semua kisah ini. Banyak pelajaran yang aku petik. Dalam satu satuan waktu yang penuh hikmah ini.


Aku sedang merasa tumpul menuliskan susunan kata, aku sedang merasa lalai dengan tugas-tugasku, aku sedang merasa sendirian, aku sedang merasa ingin dikasihani. Tak bersyukur dengan apa yang aku milki. Aku masih bisa makan Roti bakar dan STMJ, aku masih bisa bernafas dengan nikmat-Mu, aku masih bisa tersenyum karena cinta-Mu.


Menunduklah aku Malu karena tak punya mau,… Menangislah aku dalam hati karena tak mensyukri nikmat-MU, Menyesal aku karena lalai atas perintah-Mu
Maafkan aku yang ALLAH.



Terimakasih telah Engkau berikan aku talenta, telah Engkau berikan aku nikmat-Mu, telah Engkau berikau cinta-Mu, telah engkau berikan aku Rijki-Mu, telah Engkau berikan pelajaran-MU, telah Engkau berikan Ilmu-MU


Tak sanggup aku tuliskan semua keagungan-MU



Terimakasih Ya RABB…..


Bandung, 31 Agustus 2009, Pukul 21.31 WIB