Selasa, 27 Oktober 2009

Inspirasiku

Bandung, 27 Oktober 2009

Seharusnya aku menuliskan cerita ini sejak lama, namun selalu saja jemariku kaku untuk memulai. Aku mulai merasa harus kembali menulis setelah teman chat ku menagih kelanjutan cerita ini. (hehe…Pembelaan atas kemalasanku).

Sang Vilolist yang pernah aku ceritakan di kisah sebelumnya ternyata seorang anak yang penuh kata berterimakasih, santun dan pemalu.
Sore itu kulangkahkan kaki menuju jalan raya, hari jumat yang mengharuskan aku meninggalkan Bandung dan kembali ke Purwakarta untuk memenuhi kewajiban ku membagi ilmu. Hari itu Ramadhan periode 10 hari terakhir. Nampak kulihat 2 sosok mungil tergolek menunggu lampu merah menampakan senyumnya. Bagi 2 sosok itu lampu merah selalu menjadi harapan melanjutkan hidup.
Kuhampiri keduanya.

“Hai..!, Hari ini puasa ga??” Sapaku.
“InsyaAllah, Teh!” sang Violist menjawab.
“Abi oge puasa, Teh!!” Sang pumukul Tifa menghampiri dengan riangnya.
“Owh…, bagus!! “ Kata ku.

“Namina saha?” kataku menggunakan Bahasa Sunda saat menanyakan namanya, sengaja kugunakan bahasa ibu untuk mempermudah komunikasi dengan mereka saat aku yakin merekapun berbahasa sunda.
“Harry..!!” Sang Violist menunduk malu ketika menyebutkan namanya. Sang pemukul Tifa menyambar menyebutkan namanya namun selalu aku samar mengingat namanya entah Faris, Aris atau siapa. (ini akan menjadi PR buat ku ketika aku berkesempatan bertemu lagi). Yang ternyata adalah adik dari sang Violist. Nampaknya Harry seorang pemalu sedangkan Faris atau Aris sang adik memiliki kepribadian yang lebih ceria.
Saat aku berkenalan Nampak sesosok dewasa menghampiri kami membawa gitar kecil, aku segera mundur khawatir akan sesuatu hal. Entah siapa sosok dewasa tersebut. Dan ketika itu pula Angkot Sadang – Serang menghampiriku. Aku pun pamit kepada mereka sambil tak lupa aku mengucapkan salam.

Aku selalu terpesona oleh sosok Harry sang Violist, kekagumanku akan kemampuannya dan ternyata atas sikapnya membuatku selalu ingin menumpahkan cerita apapun yang aku alami dengan Sang Violist. Saat pertemuan singkat itu ingin rasanya berbagi dengan mereka tapi ………………. (entahlah)
Selang waktu berganti, beberapa hari telah kulewati. Setiap sore aku selalu mencari sesosok mungil sang violist. Hingga suatu hari ketika aku menuju ke warung Nasi Bakar belakang Gedung Sate. Tampak Harry sang violist sedang menunggu lampu merah. Ku hampiri sambil menyerahkan Ta’jil ala kadarnya.
“Terimakasih, Teh !” Sungkan dia menjawab. Tak lama datang Faris atau Aris, si pemukul Tifa menghampiri. Tak pernah kulupakan raut wajah Harry saat menunduk malu yang kontradiktif dengan wajah kegirangan Faris atau Aris.

Libur puasa dan lebaran harus membuatku lama meninggalkan Bandung. Rutinas di Kota kelahirannku Purwakarta yang selalu penuh warna Suka, Duka, Gembira, Ceria dalam kehidupan sosial dengan keluargaku melumpuhkan semua kebiasaanku di Kota Bandung saat aku harus terus belajar meraih keinginan dan menghapus sedikit dahagaku akan ilmu yang tak berujung.

Mama tercinta sumber kekuatan hidup yang saat ini kujalani karena kekuatan Do’a dan harapannya. Hangat penuh cinta dalam teguran untuk membuatku memperbaiki diri. Sungguh tak habis aku berfikir betapa luas pencapaian ilmu yang Mama berikan untuk ku dan saudara-saudaraku. Kutembus Batas nalarku ketika Mama berkorban dalam perih dan getirnya hidup yang harus dijalani. Keluasan hatinya memberiku peluang untuk belajar dan mendorong pencapaian terbaik dengan kekuatanku.

Tak bisa lagi aku menuliskan kalimat yang lebih baik dari ini untuk menguraikan Cintaku, sayangku dan Hormatku untuk Mama dan perjuangannya dalam kesendirian setelah Bapa lebih dahulu memenuhi panggilan ALLAH SWT.
Seluruh kalimat yang ingin kutuliskan selalu tercekat di tenggorokanku…..
Sesaat air hangat meluncur dari mataku….

Kala aku harus mengingat Mama, bukan karena aku cengeng. Tapi aku menjadi buntu untuk menuliskannya. Bukan karena aku tidak mau, bukan karena aku tak bisa mendalami kata-kata gambaran cinta dan sayang tapi karena terlalu banyak yang ingin aku katakan.

Suatu saat aku akan menuliskan lebih banyak untuk semua Cinta dan sayang Mama, karena aku ingin selalu menjadi Cinta sejatimu, karena aku ingin selalu menjadi kebanggaanmu, karena aku ingin selalu menjadi terbaik bagimu, karena aku selalu ingin menjadi bagian hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Terimakasih ku untuk Mama.

Aktivitasku di Kota Purwakarta adalah aktivitas sosial yang selalu aku nikmati dengan limpahan kasih saying dari saudaraku. Candaan dalam pelukan saying selalu mengikuti hari-hariku. Walau sesekali rasa perih menyelinap dalam ketidakberdayaanku menghadapi beberapa persoalan hidup tapi tentu saja tak akan membuatku berhenti menjalani hidup karena diluar lingkaran hidup socialku selalu ada sang maha penolong, sang maha Kasih sayang.

Kembali ke kota Bandung, dengan aktivitas rutin seorang penuntut ilmu. Mengejar perkuliahan jam 7 Pagi, melangkahkan kaki setengah berlari dalam harapan . Sungguh menjadi kehidupan yang kunikmati hal ini kujalani benar-benar karena kekuatan yang diberikan ALLAH SWT dan kekuatan Mama.

Hitungan satu minggu setelah liburan , aku bersama teman baik seperjuangan menuntut ilmu harus berjuang mengalahkan rasa malas menuju perpustakaan. Jam 11 siang aku harus kembali dengan buku-buku yang harus kubaca.

Bandung Panas kala itu, kami mampir ke jajaran Café di Jalan Gelap Nyawang. Temanku memesan 1 porsi menu Ayam dengan bumbu softdrink Amerika. Tiba-tiba aku mendengar lagu yang diperdengarkan oleh pengamen cilik di sudut sana. Gesekan biolanya tak mungkin aku lupakan Harry sang Violis dan Faris atau Aris si peumkul tifa sang adik benar-benar tengah beraksi.

Ketika dihadapanku Harry menunduk malu mengalunkan “KITARO” yang menakjubkan. Teman baikku seorang yang sangat apresiatif terhadap seni karena latar belakang seni panggung dan teater yang menjadi bagian dari jiwanya. Terkesima oleh keahlian Harry.
Harry ternyata masih eksis di Jalan Taman sari, Jalan Gelap Nyawang, Jalan Sulanjana dan sekitarnya. Ketika Sekolah libur, Harry tidak lantas bermanja-manja dalam kegembiraan. Tapi Harry bekerja keras dalam kesukaan dan kesedihannya.
Banyak hal yang bisa aku jadikan pembelajaran dari banyak cinta Mama yagn begitu luas dan sedikit dari Harry sang Violist sehingga benar-benar membuat hidup ku harus selalu bergerak maju kea rah yang lebih baik.

Sedikit aku kutip sebuah doa dari teman
Untuk sebuah hati yang tak pernah letih dari do’a. Untuk sebuah jiwa yang tak pernah lepas dari sujud-Nya. Kumohon hanya pada-Mu ya ALLAH, Lindungi, sayangi bimbing dan cintai saudara-saudaraku. Amin

Terimakasih ku untuk semua yang telah memberikan warna dalam hidupku.